Rabu, 08 Juni 2011

apakah CRM Mengelola Hubungan Pelanggan

apakah CRM Mengelola Hubungan Pelanggan

CRM (Customer Relationship Management) - Industri yang lebih luas setuju pada akronim tapi semua orang di dalamnya tampaknya memiliki definisi sendiri. Untuk memahami jika CRM mengelola hubungan pelanggan Pertama saya akan melihat berbagai definisi CRM dan kemudian mengeksplorasi jika CRM memiliki dampak pada hubungan pelanggan.
 Ada ribuan definisi literarily CRM luar sana, dan mereka semua memiliki beberapa hal yang sama.
 CRM adalah tentang:
 Pelanggan Centric organisasi Mengelola Pelanggan Hubungan dengan memperoleh wawasan pelanggan Memaksimalkan kepuasan pelanggan, kinerja bisnis dan profitabilitas Ketika saya melihat pada titik-titik utama atas sejumlah pertanyaan muncul dalam pikiran!
 Apakah CRM memberikan Pelanggan Centric Organisasi?
 Kebanyakan konsultan CRM akan memiliki Anda percaya bahwa CRM memerlukan filosofi bisnis customer-centric dan budaya dan saya sepenuhnya setuju dengan mereka, tapi jangan Solusi CRM memberikan pelanggan pandangan centric? Saya kira tidak. Setelah bekerja sebagai Konsultan CRM dan dengan beberapa vendor CRM Saya percaya ada masalah dengan solusi yang paling mendasar CRM, mereka sebagian besar difokuskan pada Penjualan dan Pelaporan.
 Kebanyakan fitur Solusi CRM berkaitan dengan garis pipa penjualan, manajemen penjualan, kesempatan analisis Dashboard, Perusahaan dan penjualan KPI. Jadi bagaimana organisasi menjadi customer-centric ketika Solusi CRM TIDAK? Kecuali Solusi CRM menyajikan semua data dari perspektif pelanggan tunggal bagaimana tim penjualan Anda rasa untuk memperoleh wawasan pelanggan yang cepat? solusi CRM perlu untuk memberikan pandangan 3 utama
 Pelanggan Lihat Penjualan Konsultan Lihat Perusahaan Lihat SEMUA data CRM perlu disajikan dalam pandangan-pandangan ini 3 utama dengan prioritas utama dan fokus kepada Nasabah Lihat yang mana mendapatkan wawasan kami untuk memaksimalkan hubungan pelanggan.
 Apakah Solusi CRM membantu Mengelola Hubungan Pelanggan?
 Jika kita mempertimbangkan bagaimana kita mengatur hubungan pribadi kita sendiri itu semua tentang pengetahuan yang kita kembangkan tentang teman dan keluarga. Pengetahuan ini dibangun dari waktu ke waktu melalui interaksi kita dengan orang-orang. Memahami apa, kapan, bagaimana dan mengapa dari waktu ke waktu memungkinkan kita untuk memahami dan menjaga hubungan ini.
 Jadi bagaimana Sistem CRM membangun pengetahuan melalui interaksi dengan pelanggan? Nah untuk memulai interaksi adalah setiap bentuk komunikasi seperti Rapat, Panggilan Telepon, Email, Fax, SMS & Surat. Solusi CRM Kebanyakan menyediakan alat-alat untuk memasukkan catatan tentang panggilan telepon dan pertemuan, memberikan alat untuk copy dan paste email, fax, sms dan surat-surat namun mereka memiliki 2 kelemahan utama.
 Non Seamless Integrasi - Berapa banyak staf organisasi Anda memiliki waktu atau kesabaran untuk secara manual meng-upload (Copy & Paste) semua email, faxs, sms dan surat-surat hari demi hari. Waktu mereka bisa lebih baik digunakan berfokus pada pelanggan? Nah jika Anda CRM Solusi dilakukan di atas secara otomatis akan memberikan semua staf Anda dengan daftar COMPLETE dari semua interaksi tanpa membuang-buang waktu dan melakukan tugas-tugas duniawi. CRM menyimpan informasi bukan pengetahuan-Beberapa sistem CRM memiliki beberapa penjualan yang sangat canggih alat manajemen tetapi memberikan sangat sedikit untuk menganalisis data interaksi atau hadir dalam cara yang berarti sederhana. Jadi, satu-satunya cara untuk membangun pengetahuan dari interaksi pelanggan adalah untuk membaca informasi di dalam file pelanggan dan membangun gambaran pribadi Anda sendiri yang bisa menjadi masalah karena interpretasi miskin. Apakah CRM Memaksimalkan kepuasan pelanggan?
 Untuk menjawab pertanyaan ini saya berasal definisi saya sendiri CRM yaitu:
 CRM membutuhkan suatu filosofi bisnis customer-centric dan budaya yang bertujuan memahami, mengantisipasi dan mengelola pelanggan saat ini dan masa depan dengan terus memperoleh wawasan pelanggan Anda dan penyajian secara wajar dengan titik-titik sentuhan berbagai organisasi. Ini adalah perjalanan proses strategis, perubahan organisasi dan komitmen untuk merampingkan dan mengotomatisasi proses bisnis yang pada akhirnya memberikan tingkat pelayanan pelanggan, kinerja bisnis dan profitabilitas.
 Untuk meringkas jika organisasi Anda mencakup di atas, menerapkan Solusi CRM yang memberikan pelanggan pandangan centric, mengotomatiskan proses mendapatkan wawasan pelanggan dan akhirnya menyajikan wawasan mereka dalam cara yang berarti sederhana ini akan memungkinkan Anda untuk Memaksimalkan kepuasan pelanggan, kinerja bisnis, profitabilitas dan hubungan pelanggan.
          

Cukupkah Hanya dengan memenuhi kebutuhan pelanggan..???

Cukupkah Hanya dengan memenuhi kebutuhan pelanggan..???



Kalau Anda bepergian ke satu daerah mempergunakan pesawat terbang, pastilah sang pramugari akan menjelaskan waktu tempuh penerbangan ke daerah yang Anda tuju. Pramugari yang baik biasanya akan menyampaikan waktu tempuh yang sedikit lebih lama dibandingkan waktu sebenarnya. Biasanya pula, total waktu tempuh adalah pada saat pesawat benar-benar menghentikan pesawatnya di landasan.

Dengan menyampaikan waktu tempuh yang lebih lama, pramugari tersebut sebenarnya ingin mengatur ekspektasi dari para penumpang. Kalau Anda diinformasikan bahwa waktu tempuh adalah dua jam, sementara dalam waktu satu jam lima puluh menit sudah sampai, Anda pastilah merasa puas. Tapi bayangkan jika Anda ternyata baru dua setengah jam sampai, sudah pasti Anda merasa tidak puas.

Marketer yang baik akan selalu memperhatikan ekspektasi (harapan) pelanggan. Ketika handphone baru muncul, konsumen cukup puas dengan adanya fitur SMS. Adanya SMS menggantikan produk pager sehingga konsumen tidak perlu membeli dua produk: handphone dan pager. Namun pada saat sekarang, konsumen sudah mengharapkan fitur lain yang seharusnya menjadi standar seperti facebook, pemutar musik, free-download gambar dan lain-lain. Artinya, marketer harus menambah fitur-fitur yang diharapkan oleh pelanggan.

Sebenarnya dalam dunia pemasaran ada tingkatan yang lebih tinggi dari sekadar expected product yakni augmented product. Setiap produk yang telah memasuki tahap augmented product cenderung sudah melebihi apa yang diharapkan. Pada fase ini setiap produk diibaratkan sudah ditambahkan “bumbu-bumbu” atau “toping-toping” yang diluar harapan pelanggan. Setiap orang yang datang ke hotel mengharapkan di setiap kamar ada televisi, shower air panas dan bath tube. Namun ada tambahan-tambahan lain yang tidak diharapkan namun menyenangkan buat konsumen. Misalnya saja, tersedia video game di kamar atau layanan mini bar di kamar Anda ternyata gratis.

Tentu saja, augmented product lama kelamaan akan menjadi expected product. Dahulu tambahan fitur kamera masih menjadi optional, tapi kini sudah menjadi kewajiban di beberapa tipe handphone. Oleh karena itu, tantangan marketer adalah bagaimana menciptakan augmented product yang terus-menerus. Artinya kita harus terus menggali value-value baru apa menarik buat konsumen. 

Harapan pelanggan memang harus dicari terlebih dahulu. Kalau produk Anda ternyata tidak bisa memenuhi harapan konsumen, jangan harap produk Anda akan diterima oleh konsumen. Kalau produk Anda sudah memenuhi harapan konsumen, itu berarti produk Anda sudah diterima oleh konsumen. Tantangannya cuma, berapa harga yang pantas untuk dibeli. Namun kalau produk Anda sudah melebihi harapan pelanggan, itu artinya konsumen sudah rela membayar lebih untuk produk Anda.

Jadi pertanyaannya, apakah Anda ingin bersaing dengan tingkatan harapan yang standar diinginkan oleh konsumen atau melebihi harapan? Kalau Anda menempuh opsi pertama, itu artinya Anda harus siap memasuki pertarungan harga. Tapi kalau Anda memilih opsi kedua, itu artinya Anda bisa menjual produk dengan harga yang di atas harga rata-rata.

Tantangannya tentu saja, mencari apa yang belum diharapkan pelanggan saat ini. Mencari tahu harapan pelanggan relatif lebih mudah. Namun mencari apa yang melebihi harapan pelanggan seringkali tidak mudah. Konsumen harus memiliki daya imajinasi yang kuat untuk menggambarkan apa yang melebihi harapannya. Kalau disurvei apa yang menjadi harapan konsumen terhadap sebuah jam, semuanya akan menjawab hal-hal yang memang sudah ada sekarang seperti tahan air, ada navigasi, tahan lama, dan lain-lain. Namun mungkin tidak ada konsumen yang mengharapkan jamnya dilengkapi dengan alat komunikasi handphone. Siapa konsumen yang punya daya imajinasi ke sana? Mungkin para pembaca dan penonton film Star Trek atau Star Wars yang punya pikiran kesana. 

Tantangan kedua adalah besarnya biaya untuk menciptakan augmented product. Setiap tambahan value pasti akan menciptakan cost baru. Semakin banyak value yang di-deliver, semakin banyak cost yang harus dikeluarkan. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap harga jual. Keberanian Anda akan dilihat dari besarnya harga yang berani Anda tetapkan.

Tantangan lain adalah peniruan dari para pesaing. Cape-cape Anda membuat produk yang bersifat augmented, dalam waktu singkat apa yang Anda lakukan sudah ditiru oleh pesaing. Bahkan mereka mungkin membuat produk yang sudah lebih baik dari Anda. Marketer zaman sekarang memang hidup di era para follower. Mereka dengan cepat mengadopsi apa yang sudah dilakukan orang lain dan hal ini bisa merugikan Anda.

Makanya, apapun produk Anda, biasakan diri Anda untuk melakukan observasi (pengamatan). Observasi membantu Anda untuk terus menggali apa yang kira-kira melebihi ekspektasi pelanggan pada masa sekarang. Jalan-jalan ke pasar, kalau perlu jalan-jalan ke luar negeri, mengamati pesaing, memperhatikan perilaku konsumen ketika mengkonsumsi produk Anda, adalah beberapa contoh observasi. Semuanya ini bisa memberikan inspirasi baru bagi Anda. 

Kedua, biasakan untuk membuat value innovation, yakni berinovasi dalam hal value yang ditawarkan. Jika Ada belum bisa melakukan inovasi dalam hal produk, berinovasi dululah dalam hal value. Tentu saja, value added yang Anda tawarkan harus lebih baik dan berbeda dengan kompetitor. 

I LOVE MARKETING...!!!

Membangun Kepuasan Pelanggan yang Bernilai Tambah

Membangun Kepuasan Pelanggan yang Bernilai Tambah


Pengertian kepuasan pelanggan (customer satisfaction/CS) terhadap suatu produk sampai kapan pun mestinya tidak berubah. CS tetap bermakna perbandingan antara apa yang diharapkan konsumen dengan apa yang dirasakan konsumen ketika menggunakan produk tersebut. Bila konsumen merasakan performa produk sama atau melebihi ekspektasinya, berarti mereka puas. Sebaliknya jika performa produk kurang dari ekspektasi konsumen, berarti mereka tidak puas.

Akan tetapi, jujur saja, jika CS cuma dipahami sebatas itu, upaya menyikapinya bisa membelenggu sebagian besar pemilik produk. Karena, mereka kemudian hanya terpaku pada bagaimana memuaskan pelanggan, tanpa melihat proses apa yang sedang berjalan. Pemilik produk melihat CS sebagai bagian yang terpisah, bukan menyatu dengan setiap proses produk itu sendiri. Akibatnya, mudah ditebak: pemilik produk lebih suka memilih jalur cepat memuaskan pelanggan. Misalnya, mengguyur hadiah atau memberikan layanan artifisial. Semua itu dimaksudkan supaya dapat mendongkrak ekspektasi konsumen.

Agus W. Soehadi, Direktur S-1 Prasetiya Mulya Business Shool mengatakan, pemikiran CS semacam itu kini tidak relevan lagi. Pasalnya, harapan konsumen berbeda-beda. Melihat kecenderungan penerapan CS di banyak perusahaan, Agus berpendapat, Sangat tidak masuk akal jika pemilik produk menyamaratakan ekspektasi konsumennya dengan menerapkan CS yang sama ke semua pelanggan.Jika hal itu terus berlangsung,  ia malah melihat, akan buang-buang duit saja karena penanganan CS tidak fokus.

Hal yang sama juga diingatkan Jacky Mussry, konsultan MarkPlus & Co. Menurut Jacky, CS yang diproduksi sekadar memenuhi syarat dan tidak ada konsepnya biasanya hambar dan menjadi generik. Akibatnya lagi, program CS tidak bisa dibedakan satu dengan yang lain,ujarnya. Ia menengarai program CS sudah menjadi barang komoditas, karena bisa berlaku dan diaplikasikan untuk semua jenis produk dan jasa.

Sekarang CS harus dilihat dalam perspektif lebih luas, Jacky menegaskan. Menurutnya, penerapan CS sekarang harus yang memiliki nilai tambah(value added) dan menyatu dalam proses produk. Dengan kata lain, penerapan CS harus dirancang secara konseptual dengan mempertimbangkan objektif dan nilai tambah bagi konsumen (pelanggan). Dalam hal ini, menurutnya, dengan memiliki konsep, CS yang ditawarkan tidak lagi me too, melainkan sudah mengarah ke penciptaan nilai-nilai baru bagi konsumen ataupun perusahaan.

Gambaran serupa disampaikan Pepey Riawati Kurnia, staf di Lembaga Manajemen PPM yang kini tengah mengambil program S-3 Pemasaran di Universitas Indonesia. Menurut Pepey, sejak awal CS harus diyakini dapat memberikan profitabilitas jangka panjang bagi perusahaan. CS berhubungan positif (signifikan) dengan shareholder value. CS akan mengarahkan pelanggan membeli lebih banyak lagi, sehingga menurunkan biaya akusisi dan transaksi, meningkatkan revenue, yang akhirnya memengaruhi besarnya net cash flow. CS menggerakkan penetrasi pasar menjadi lebih cepat sehingga mempercepat pula cash flowyang didapatkan.

Pepey juga membenarkan, CS yang lebih besar juga memungkinkan perusahaan menerapkan harga lebih tinggi atau paling tidak bertahan terhadap tekanan untuk menurunkan harga. Makin besar CS, makin besar shareholder value, yang akan meningkatkan toleransi harga. Pendeknya, jika ada CS, akan tumbuh customer loyalty. Dari sana akan muncul customer retention. Jika customer retention-nya banyak, maka akan meningkatkan volume penjualan, sehingga cash flow bagus. Dengan begitu, akan meningkat pulashareholder value, ujar Pepey panjang lebar. Ia menandaskan, kadar kebutuhan CS setiap produk sangat tidak terukur.

Itu sebabnya, perusahaan harus menetapkan strategi yang jelas untuk menggerakkan kepuasan yang lebih besar sehingga mendapatkan penjualan yang lebih tinggi dari pelanggan yang paling bernilai. Hal itu dapat dimulai dengan membanguncustomer-centric organization yang mengeksekusi strategi satisfaction, tulis Pepey dalam makalahnya, Customer Satisfaction dan Shareholder Value, yang ditulis bersama sejawatnya di program S-3 Pemasaran, UI, Pantri Heriyati dan Nurdin Sobari. Dalam hal ini, manajemen dapat menggunakan investasi teknologi agar lebih efektif mengidentifikasihigh-value customer dan menggerakkan CS, menciptakan solusi yang sesuai untuk memperbaiki CS, serta secara berkelanjutan mengukur hasilnya guna menangkap value yang ada.

Customer-Centric Organization ini, menurut Pepey dkk., dapat dibangun dengan memasukkancustomer focus ke dalam objektif strategi dan bisnis atau dengan merancang ulang interaksi pelanggan dan proses dukungan untuk melayani high-value custom.Perusahaan sebaiknya merancang ulang proses dan sistem untuk bertemu customerberdasarkan pemahaman prioritas high-value customer didahulukan,tulis Pepey dkk. Mereka sering melihat, perusahaan cenderung ke company centric dengan memprosesnya secara otomatis daripada customer centric.

Strategi membangun CS yang ditawarkan Pepey dkk. ini bisa jadi akan lebih hemat dan efisien — tidak seperti yang terjadi sekarang, umumnya penerapan CS selalu berbiaya mahal — sangat segmented, dan sangat konstekstual. Pasalnya, ditegaskan Agus, sesungguhnya penerapan CS selalu terkait dengan jenis pelanggan, jenis industri dan pertumbuhan industri. Tidak ada CS yang sama untuk semua jenis produk dan jenis industri, katanya meyakinkan. Agus mencontohkan, untuk industri yang sedang tumbuh, akan terlalu mahal dan berlebihan jika menggunakan CS. Pada industri yang sedang tumbuh, biaya meraih pelanggan akan lebih murah, ketimbang untuk biaya CS. Apalagi, fokus perusahaan juga masih pada pengembangan bisnis dan ekspansi. Lain halnya dengan produk yang industrinya sudah mature, meraih pelanggan baru jauh lebih mahal ketimbang menjaga pelanggan yang sudah ada. Di sini peran CS akan sangat penting. Kontribusi terhadap profitabilitas ke depan akan lebih besar.

Dari sisi pelanggan, strategi CS yang terkonsep juga akan lebih fokus dan jitu. Pengalaman yang selama ini berjalan, diungkapkan Jacky, perusahaan cenderung melayani pelanggan terlalu banyak. Dengan maksud tidak ingin kehilangan salah satu di antara pelanggannya dan tidak mau repot, perusahaan sering menyamaratakan CS yang digarap. Padahal, ekspektasi kepuasan konsumen tidak sama dan target pasar perusahaan juga spesifik. Kalau begitu caranya, malah tidak kena semuanya,ujar Jacky. Ia mengingatkan, perusahaan tidak perlu memaksakan diri bisa memuaskan semua konsumennya. Harus disadari bahwa kemampuan perusahaan itu terbatas, sehingga kalau sudah memilih target pasar tertentu, perusahaan harus yakin dengan sumber dayanya dan strateginya dapat memenuhi ekspektasi yang diinginkan pelanggannya.


Menerapkan CS yang efisien dan bernilai tambah, Agus menyarankan, dimulai dengan cara pemilik produk/merek mempelajari tipe-tipe dan karakter pelanggannya, baru kemudian memberikan prioritas siapa yang akan ditangani kepuasannya lebih dulu. Dalam hal ini, menurutnya, ada dua tipe pelanggan. Pertama, pelanggan oportunistis. Bagi pelanggan tipe ini, selama perusahaan rajin memberikan hadiah atau harga murah, apa pun layanannya, mereka tidak akan pindah. Namun, jika perusahaan menaikkan harga bersamaan dengan kenaikan layanan, pelanggan jenis ini takkan peduli. Ia tetap memilih pindah, mencari produk/jasa lain yang lebih memuaskan. Untuk tipe seperti ini, menurut Agus, program CS seperti apa pun bakal sia-sia. Kedua, pelanggan relationship. Yakni, pelanggan yang sangat menghargai layanan. Dengan demikian, program CS akan sangat berdampak bagi mereka. Bahkan karena penghargaannya itu, mereka menjadi sangat loyal.

Tentu, agar CS dapat dilaksanakan, butuh dukungan sistem TI yang kuat. Yakni, sistem yang dapat mengetahui karakter pelanggan dari database – siapa saja yang menguntungkan perusahaan. Tujuannya bukan bermaksud menghalangi pelanggan karakter lain, melainkan untuk menunjukkan pelanggan lainlah yang memberikan keuntungan bagi perusahaan,Agus menjelaskan.

Intinya, perusahaan dituntut lebih cerdas mencermati fenomena CS. Artinya, membangun CS tidak mungkin hanya bermodal semangat ikut-ikutan, supaya tidak ketinggalan zaman. CS pada prinsipnya harus berujung pada peningkatan shareholder value. Dengan demikian, CS tidak mungkin berdiri sendiri dalam strategi perusahaan, melainkan harus menyatu dalam setiap proses. Itu sebabnya, Bank Niaga, seperti disampaikan Yos Badilangoe, Direktur Jaringan dan Layanannya, terus melakukan perbaikan strategi CS-nya yang diterapkan sejak 1993. Kami menyadari pelanggan terus berubah dan kebutuhannya juga lain-lain, sehingga CS yang kami berikan juga selalu berkembang,ujarnya. Bahkan, karena Bank Niaga sangat menyadari CS terus bergerak dan tiada batasnya, filosofi CS-nya yang baru berbunyi: Bank Niaga Melayani Melampaui Kepuasan Nasabah

Konsekuensi filosofi baru ini, Bank Niaga melahirkan program-program baru yang berorientasi kualitas layanan. Itu sebabnya, kini dalam organisasi ada jaringan layanan per area. Di tiap area itu, bank ini memiliki Komite Kualitas Layanan. Di atasnya, ada Manajer Area Kualitas Layanan. Lalu, di atasnya ada Manajer Area Layanan Jaringan yang langsung bertanggung jawab ke Direktur Jaringan dan Layanan. Tugas kami memantau apakah semua program service quality berjalan dengan benar,ungkap Yos yang menggunakan konsultan luar untuk membangun organisasi ini. Karena sudah menjadi sistem, kekurangan dan kelebihan pelaksanaan service quality bisa terpantau, lanjutnya tentang manfaat unit organisasi barunya.

Bagi perusahaan jasa, CS memang mutlak diperlukan.Menurut Yos, CS merupakan bagian hidup Bank Niaga yang tak terpisahkan. Pria berdarah Flores ini mengatakan, bagi banknya, setiap proses kerja ada level pemuasan layanan untuk menuju ke proses berikutnya. Tiap bagian menandatangani service level agreement untuk pemuasan layanan itu,kata Yos menunjukkan tertatanya kontrol CS di perusahaannya.

Tak berbeda dari Bank Niaga, Pujobroto, Kepala Humas Garuda Indonesia, memastikan bahwa ada keharusan yang tidak bisa dibantah agar konsumen terpuaskan. Sebagai perusahaan pelayanan di jasa penerbangan, Garuda hidup dan tumbuh karena melayani. Karena itu, Garuda menyiapkan tonggak-tonggak penting yang ingin dicapai hingga lima tahun ke depan. Tonggak-tonggak itu secara spesifik menunjuk pada program-program CS yang dijalankan, dari prapenerbangan, dalam penerbangan, hingga pasca penerbangan. Kami juga menyiapkan CS untuk sebelum pre flight, ungkap Pujo menunjuk pembenahan Call Center dengan mengganti nomor yang lebih mudah diingat: 0807-1-807807.

Saya kira, pokoknya, di penerbangan, aspek kemudahan, pilihan, dan kenyamanan menjadi (hal) utama,ujar Pujo. Maksudnya, CS yang diinginkan konsumen penerbangan ujung-ujungnya adalah mendapat kemudahan, memiliki pilihan dan mendapat kenyamanan. Maka, dengan mencanangkan tonggak-tonggak rencana pelayanan, akan lebih mudah dan jelas bagi perusahaan mencapai arah peningkatan CS Garuda.

Sejauh ini, dikatakan Pujo, Garuda sebenarnya sudah memiliki peranti CS yang cukup valid. Di antaranya, Garuda Fruquent Flyer (GFF) yang anggotanya 100-an ribu orang. Anggota GFF memperoleh layanan spesial, mulai dari saat membeli tiket hingga di atas pesawat. Bahkan September ini, anggota GFF mendapat layanan baru, yakni lounge.Penumpang maskapai lain atau ekonomi tidak boleh masuk, meskipun berbekal kartu kredit,ujar Pujo. Ini dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan kepada anggota GFF.

Penerapan CS Garuda ini dipuji oleh Agus W. Soehadi. Kehadiran GFF memperlihatkan bahwa Garuda mengetahui karakter pelanggan dan kebutuhannya, serta berani memberikan prioritas layanan kepada pelanggannya. Prinsip CS memang tidak sekadar bicara kebutuhan konsumen, melainkan juga aspek-aspek lain, seperti hedonis atau simbolis yang bisa mendorong konsumen menjadi loyal. Pelanggan puas bukan sekadar karena mendapatkan keamanan dan kenyamanan. Bisa jadi aspek hedonis dan simbolis juga menjadi tuntutan anggota GFF yang spesial itu

Penerapan dan kebutuhan CS di perusahaan consumer goods agak berbeda. Seperti dikatakan Vidjongtius, Sekretaris Korporat PT Kalbe Farma, CS lebih mudah masuk dalam budaya perusahaan. Misalnya, filosofi Sebelas Perilaku Kalbe Service for Excellence yang terpampang di dinding, menurutnya, adalah jalan untuk mencapai pelayanan yang sempurna . Menurut Vidjongtius, sejak awal Kalbe percaya, bukan hanya menghasilkan produk, tapi juga jasa, karena ada beberapa produknya yang sampai ke tangan konsumen lewat rumah sakit. Kami memberikan pelatihan kepada rumah sakit, sehingga mereka meneruskan ke pasien agar hasilnya baik dan memuaskan, ujarnya.

Hal yang sangat disadari Kalbe, CS tidak hanya muncul dari fungsi semata. Misalnya, obat yang diminum benar-benar berkhasiat. Namun, lebih dari itu, kepuasan bisa menyangkut reformulasi, redesain kemasan, distribusi, kegiatan sosial, promosi, dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi elemen kepuasan yang dapat memengaruhi keberhasilan produk.Yang penting, CS harus dilakukan konsisten agar terasa hasilnya dan diikuti dengan memberikan berbagai program,urai Vidjongtius. Hal itu untuk menyiasati kenyataan bahwa karakteristik konsumen beragam. Program-program yang diberikan, katanya, …“harus sesuai dengan masing-masing karakter konsumen.

Pada akhirnya, yang penting dalam membangun CS adalah tidak menjadikannya sebagai jargon. Agus menekankan, CS bukan alat promosi atau alat untuk menghias diri perusahaan. Jika cuma itu tujuannya, selain menguras biaya besar, juga tidak menghasilkan apa-apa. Jauh lebih baik, CS menjadi bagian organisasi, yang memiliki nilai tambah, dan jelas-jelas memberikan kontribusi bagi kemajuan perusahaan.

MEMBANGUN KEPUASAN PELANGGAN

Setiap layanan jasa pasti berurusan dengan pelanggan atau customer. Dan di dalam urusan palayanan maka customer adalah raja. Ungkapan ini sudah  banyak dipahami oleh setiap yang berurusan dengan persoalan pelayanan. Makanya ketika sebuah institusi melakukan jasa pelayanan, maka dia juga akan berurusan dengan dunia pemuasan pelanggan atau disebut sebagai customer satisfaction.
Customer tersebut terbagi menjadi dua, yaitu internal customer (pelanggan dalam) danexternal customer (pelanggan luar). Pelanggan dalam adalah orang-orang yang berada di dalam sebuah institusi yang menjual jasa pelayanan, sedangkan pelanggan luar adalah orang-orang atau badan atau lembaga yang menggunakan jasa layanan dimaksud. Jika yang dijajakan adalah jasa layanan pendidikan, maka internal customernya adalah dosen, karyawan dan mahasiswa. Sedangkan external customernya adalah para orang tua atau wali mahasiswa, stakeholder atau pemangku kepentingan dan semua yang terkait dengan pengguna jasa pendidikan.
Kepuasan internal customer menjadi sangat penting, sebab mereka adalah orang-orang yang secara langsung berhubungan dengan institusi. Dosen merupakan elemen penting di dalam proses layanan jasa pendidikan. Makanya memberi kepuasan kepada mereka dalam proses pembelajaran akan menjadi sesuatu yang sangat berarti. Dosen harus memperoleh kepuasan dari institusinya. Hak-haknya harus diberikan agar kewajiban akan dapat ditunaikan secara maksimal. Mereka harus diberikan reward, seperti kenaikan pangkat yang standart, beasiswa yang relevan dengan kemampuan institusi, kenyamanan dalam bekerja, penghargaan atas inovasi yang dihasilkan dan sebagainya. Demikian pula para karyawan juga harus dipenuhi hak-haknya agar mereka dapat bekerja dengan keras dan cerdas. Mereka akan bekerja keras jika ada reward yang diberikan kepadanya. Reward itu tidak mesti dalam bentuk barang atau uang, akan tetapi juga penghormatan dan penghargaan. Pemberian reward tentu akan berdampak positif dalam rangka memperkuat soliditas di antara pimpinan dan karyawan dan juga dosen. Mahasiswa juga tidak kalah pentingnya. Ada institusi pendidikan tinggi akan tetapi tanpa mahasiswa tentu saja omong kosong. Makanya memberikan pelayanan secara maksimal agar mahasiswa merasa nyaman dan merasa memperoleh sesuatu dari lembaga tempatnya belajar merupakan kewajiban pimpinan, dosen dan karyawan lembaga pendidikan. Jadi, standrat pelayanan minimum bagi mereka semua harus dilaksanakan.
External customer juga sangat penting. Keberadaan sebuah lembaga sangat ditentukanoleh adanya external customer yang fanatik. Kepuasan mereka adalah kata kunci untuk tetap eksisnya lembaga. Di Amerika, ada tradisi mengucapkan terima kasih kepada para pelanggan, sebab disadari bahwa tanpa pelanggan mereka tidak akan memiliki pekerjaan. Makanya mereka memperlakukan pelanggan dengan sangat baik karena sangat disadari bahwa adanya pekerjaan karena adanya  pelanggan. Dunia pendidikan tinggi yang memberikan jasa pendidikan tinggi juga harus berpikir bagaimana para pelanggan –orang tua atau wali, stakeholder dan sebagainya—akan merasa puas atas produk jasa pendidikan tinggi tersebut.
Di dalam kerangka memberikan kepuasan pelanggan, maka kata kuncinya adalah semua orang yang terlibat di dalam institusi pendidikan tinggi harus bekerja keras untuk mencapai visi pendidikan tinggi dan memiliki soliditas kelompok agar dapat selangkah dan seayunan dalam mencapai visi dan misi pendidikan tersebut.
IAIN Sunan Ampel akan menjadi diminati orang jika seluruh civitas akademikanya dapat bekerja keras dan cerdas, memiliki komitmen soliditas kelompok dalam kerangka mencapai tujuan pendidikannya serta semuanya harus berkomitmen untuk selalu memberikan kepuasan bagi para pelanggannya.