Sejarah Haji
MASA NABI IBRAHIM AS :
1. Sejarah Haji tidak bisa terlepas dari
sejarah pembangunan Ka’bah seperti yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi
Ibrahim as. Ketika Nabi Ibrahim as. selesai membangun Ka’bah, Allah SWT
memerintahkannya untuk menyeru manusia agar melaksanakan haji. Dalam hal ini,
Allah SWT berfirman, artinya, “Serukanlah
kepada seluruh manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang
kepadamu dengan berjalan kaki, mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh“. Nabi Ibrahim
as berkata kepada Allah SWT, “Wahai Tuhan ! Bagaimana suaraku
akan sampai kepada manusia yang jauh ?“, Allah SWT berfirman, “Serulah ! Aku yang akan
membuat suaramu sampai“.
2. Kemudian Nabi Ibrahim as naik ke Jabal
Qubays (sebuah bukit di selatan Ka’bah) dan memasukkan jari tangannya ke
telinganya sambil menghadapkan wajahnya ke Timur dan Barat beliau berseru, “Wahai sekalian manusia telah diwajibkan kepadamu
menunaikan ibadah haji ke Baitul Atiq, maka sambutlah perintah Tuhanmu Yang
Maha Agung“. Seruan tersebut telah
didengar oleh setiap yang berada dalam sulbi laki-laki dan rahim wanita. Seruan
itu disambut oleh orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah SWT bahwa ia
akan melaksanakan haji, sampai hari Kiamat mereka berkata, “LABBAIK
ALLAAHUMMA LABBAIK”, artinya, “Telah
saya penuhi panggilan-Mu, Ya Allah! Telah saya penuhi panggilan-Mu“.
3. Seusai Nabi Ibrahim as menyeru manusia untuk
melaksanakan haji, malaikat Jibril as mengajaknya pergi. Kepada beliau
diperlihatkan bukit Safa, Marwah dan perbatasan tanah Haram, lalu diperintahkan untuk menancapkan batu-batu
pertanda. Ibrahim as adalah orang yang pertama menegakkan batasan tanah Haram
setelah ditunjukkan oleh malaikat Jibril as. Pada tanggal 7 Zulhijah, Nabi
Ibrahim as berkhutbah di Mekah ketika matahari condong ke Barat (tergelincir),
sementara Nabi Ismail as duduk mendengarkan. Pada esok harinya, keduanya keluar
berjalan kaki sambil bertalbiyah dalam keadaan berihram. Masing-masing membawa
bekal makanan dan tongkat untuk bersandar. Hari itu dinamakan hari
Tarwiah.
Di Mina, keduanya melaksanakan salat Zuhur,
Asar, Magrib, Isya dan Subuh. Mereka tinggal di sebelah kanan Mina sampai
terbit matahari dari gunung Tsubair (waktu Dhuha), kemudian keduanya keluar
Mina menuju Arafah. Malaikat Jibril as menyertai mereka berdua sambil
menunjukkan tanda-tanda batas sampai akhirnya mereka tiba di Namirah. Malaikat
Jibril as menunjukkan pula tanda-tanda batas Arafah. Nabi Ibrahim as sudah
mengetahui sebelumnya lalu berkata, : عَرَفْتُ ,artinya: “Aku sudah mengetahui”, maka daerah itu dinamakan Arafah.
4. Ketika tergelincir matahari, malaikat Jibril
as bersama keduanya menuju suatu tempat (sekarang tempat berdirinya Masjid
Namirah), kemudian Nabi Ibrahim as berkhutbah dan Nabi Ismail as duduk
mendengarkan, lalu mereka salat jamak taqdim Zuhur dan Asar. Kemudian malaikat
Jibril as mengangkat keduanya ke bukit dan mereka berdua berdiri sambil berdoa
hingga terbenam matahari dan hilang cahaya merah. Kemudian mereka meninggalkan
Arafah berjalan kaki hingga tiba di Juma‘ (daerah Muzdalifah sekarang). Mereka
salat Maghrib dan Isya di sana, sekarang tempat jamaah haji melaksanakan salat.
Mereka bermalam di sana hingga terbit fajar keduanya diam di Quzah. Sebelum
terbit matahari, mereka berjalan kaki hingga tiba di Muhassir. Di tempat ini
mereka mempercepat langkahnya. Ketika sudah melewati Muhassir, mereka berjalan
seperti sebelumnya. Ketika tiba di tempat jumrah, mereka melontar jumrah Aqabah
tujuh kerikil yang dibawa dari Juma’. Kemudian mereka tinggal di Mina pada
sebelah kanannya, lalu keduanya menyembelih hewan kurban di tempat sembelihan.
Setelah itu memotong rambut dan tinggal beberapa hari di Mina untuk melontar
tiga jumrah pulang bali saat matahari mulai naik. Pada hari Shadr, mereka
keluar untuk salat Zuhur di Abthah. Itulah ritual ibadah haji yang ditunjukkan
oleh malaikat Jibril as sesuai permintaan Nabi Ibrahim as, “…..tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami….” (QS
Al Baqarah : 128).
5. Sejarah Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as di Makkah
PERINTAH ibadah haji sebagai seruan Nabi
Ibrahim as dilakukan segera setelah Ibrahim as beserta putranya Ismail as
menyelesaikan pembangunan Ka’bah. “Monumen” bagi keduanya kini adalah Maqam Ibrahim dan Hijr Ismail. Pembangunan Baitullah ini dilakukan oleh Ibrahim as
ketika beliau datang ke Mekah untuk yang kelima kalinya sekaligus yang
terakhir. Lalu saat peristiwa apa saja Ibrahim as ke Makkahh ?
Pertama : Mengantar Siti Hajar dan Ismail
Ibrahim as, Siti Hajar, dan Ismail as berangkat
dari Hebron bergerak ke arah tenggara menyusuri rute kafilah yang dikenal
sebagai rute wewangian (incense route) sejauh 1.200 km dan
tiba di lembah tandus pegunungan Sirat yang puncak-puncaknya meliputi Jabal
Ajyad, Jabal Qubais, Jabal Qu’aiq’an, Jabal Hiro, dan Jabal Tsur. Lembah itu bernama Bakkah (Mekah). Siti Hajar dan Ismail as diantarkan ke Mekah
karena istri tua Ibrahim Siti Sarah mencemburui Hajar yang telah memberikan
putra kepada Ibrahim. Atas perintah Allah SWT Siti Hajar dan putranya ditinggal
di bawah sebuah pohon oleh Ibrahim as yang kembali ke Palestina menemui Sarah.
Nabi Ibrahim as berdoa menengadahkan tangan, menyebut nama Allah, menitipkan
Siti Hajar dan Ismail as di bawah perlindungan dan keselamatan Allah SWT.
Saat air susu habis dan tak ada air, Siti Hajar
menaiki bukit Shafa mencari air untuk putranya atau kalau-kalau ada kafilah
yang dapat membantu. Ketika tak ada siapapun yang lewat, Siti Hajar berjalan
menuruni bukit, lembah, dan mendaki ke bukit Marwah. Melihat ke sekeliling
namun tak ada apa-apa pula. Tujuh kali balik dilakukan, hingga akhirnya Allah
mengeluarkan air zamzam di tempat Ismail ditinggalkan. Kelak inilah yang
mendasari prosesi haji yang bernama Sai.
Kedua: Menyembelih Ismail as
Saat
Ismail berusia 11-12 tahun, Ibrahim as menemui keluarganya di Mekah yang telah
berubah dibandingkan situasi saat pertama datang. Baru saja melepas rindu,
Allah SWT. memerintahkan melalui mimpi agar menyembelih Ismail as.
Meskipun mengalami kegalauan, namun akhirnya
berkat ketaatan Ibrahim as dan kesabaran Ismail as, “yaa abati af’al maa tu’maru“ – wahai ayahku kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, maka perintah itu dapat dilaksanakan. Allah pun menggantikannya
dengan sembelihan Qibas (salah satu jenis kambing).
Soal ujian pengorbanan dalam bentuk apapun,
Allah sebenarnya tidak bermaksud menganiaya hamba-hamba-Nya, melainkan sekadar
“sarana” untuk meningkatkan mutu keimanan dan amal salehnya semata. Dalam
ibadah haji, penyembelihan hewan “hadyu” ini dilaksanakan setelah
Jumratul Aqabah atau pada hari-hari tasyrik.
Ketiga: Mengganti palang pintu rumah
Setelah
Ismail as berumah tangga dengan memperistri wanita dari suku Jurhum dan Siti
Hajar telah meninggal, Ibrahim as datang bersilaturahmi. Namun tidak bertemu
dengan putranya karena sedang berburu dalam waktu yang cukup lama. Hanya
menantunya yang ada, namun Ibrahim merahasiakan identitas dirinya. Ketika
ditanyakan bagaimana keadaan rumah tangga mereka, istri Ismail as tersebut
mengeluh tentang kesulitan dan kemiskinan hidup mereka, serta tak ada
kebahagiaan sama sekali. Ketika pamit, Ibrahim berpesan kepada menantunya jika
Ismail pulang sampaikan salam dan disarankan agar mengganti palang pintu
rumahnya. Ketika Ismail as kembali, lalu mendengar cerita istrinya tentang
kedatangan tamu beserta pesan-pesannya itu, maka Nabi Ismail as mengerti.
Kemudian ia segera menceraikan istrinya yang dinilai rewel, tak bersyukur atas
nikmat yang Allah berikan, tidak sabar, serta tidak menghargai usaha suaminya
tersebut.
Keempat: Mempertahankan palang pintu rumah
Setahun
setelah kedatangan ketiga, Ibrahim as datang lagi ke Mekah untuk menemui
putranya, lagi-lagi tak bertemu. Hanya istri Ismail as yang baru yang ditemui.
Ia adalah putri sekh suku Jurhum yang bernama As Sayyidah binti Madad bin Amr.
Sebagaimana yang lalu, Ibrahim as yang menyembunyikan identitas dirinya,
menanyakan pula keadaan rumah tangga mereka.
Ibrahim berdoa “Ya
Allah berkahi daging dan air mereka.” (HR Bukhori). Seraya berpesan apabila suaminya pulang nanti agar palang
pintunya tak perlu diganti. Demikianlah istri saleh yang senantiasa bersyukur
dan tak pernah mengeluh atas hasil usaha suaminya.
Meskipun kedatangan ketiga dan keempat tidak
berhubungan dengan ibadah haji, namun bangunan rumah tangga merupakan indikator
kesuksesan haji. Hal ini sejalan dengan doa agar sekembalinya dari melaksanakan
ibadah haji senantiasa mendapat perlindungan Allah dari “suu il munqolabi fiil maali wal ahli” (kejelekan harta dan
keluarga).
Kelima:
Membangun Ka’bah
Tanah yang menggunduk agak tinggi dekat sumur
zamzam adalah lokasi pilihan “Ini adalah
tempat yang dipilih Allah,” kata
Ibrahim as kepada Ismail as (HR Bukhari), lalu keduanya membangun Ka’bah itu.
Berbeda dengan bangunan Ka’bah sekarang, dahulu Ka’bah lebih pendek, tak
berpintu, serta memanjang meliputi Hijr Ismail sekarang. Ada dua batu istimewa
dalam proses pembangunan tersebut, yaitu Hajar al Aswad dan Maqam Ibrahim. Nantinya dalam ritual haji Hajar Aswad menjadi tempat mengawali dan mengakhiri tawaf. Setiap
melewatinya mengecup atau ber-istilam. Adapun setelah tawaf, jemaah haji mesti salat 2 (dua) rakaat di
belakang Maqam Ibrahim. Allah
SWT pun berfirman, “dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi
orang-orang yang tawaf, orang-orang yang beribadah, dan orang-orang yang
ruku-sujud.” (QS Al Hajj 26).
Kita mengira bahwa Ibrahim as akan meluangkan
waktu panjang di Mekah, namun nyatanya tidak, setelah Ka’bah dibangun, Ibrahim
as kembali ke Bersyeba Palestina. Sebelumnya itu, Allah menyuruh Ibrahim as
untuk mengumumkan kewajiban ibadah haji, berziarah ke Baitullah dengan tata
cara (manasik) yang diajarkan Allah kepada Ibrahim a.s, “…..tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan
tempat-tempat ibadah haji kami….“ (QS Al-Baqarah :128) dan
Allah berfirman, “serulah kepada manusia untuk mengerjakan
haji, niscaya mereka akan datang dengan berjalan kaki, mengendarai unta kurus,
datang dari segenap penjuru yang jauh“.
MASA NABI MUHAMMAD SAW
1. Dari segi sejarah, ibadah haji seperti yang
sekarang ini merupakan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW,
sebagai langkah memperbaharui dan menyambung ajaran Nabi Allah Ibrahim as.
Ibadah haji mula diwajibkan ke atas umat Islam pada tahun ke-6 Hijrah,
mengikuti turunnya QS Al-Imran 97, artinya : “…..
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari
(kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu)
dari semesta alam”.
Pada tahun tersebut, Rasulullah SAW
bersama-sama lebih kurang 1500 orang berangkat ke Makkah untuk menunaikan
fardhu haji tetapi tidak dapat mengerjakannya karena dihalangi oleh kaum kafir
Quraisy sehingga melahirkan satu perjanjian yang dinamakan Perjanjian Hudaibiah. Perjanjian itu membuka jalan bagi perkembangan Islam di mana pada
tahun berikutnya ( tahun ke-7 Hijrah ), Rasulullah telah mengerjakan Umrah
bersama-sama 2000 orang umat Islam. Pada tahun ke-9 Hijrah, barulah ibadah Haji
dapat dikerjakan di mana Rasulullah SAW menyerahkan kepada Saidina Abu Bakar
Ash-Shiddiq untuk memimpin 300 orang umat Islam mengerjakan haji.
2. Rasulullah
SAW mengerjakan haji
Nabi Muhammad SAW telah menunaikan fardhu haji sekali saja dan umroh 4 kali semasa hayatnya. Haji itu dinamakan Hijjatul Wada/
Hijjatul Balagh/ Hijjatul Islam atau Hijjatuttamam Wal Kamal kerana selepas
haji itu tidak berapa lama kemudian beliau pun wafat. Beliau berangkat dari
Madinatul Munawwarah pada hari Sabtu, 25 Zulqo’dah tahun 10 Hijrah bersama
isteri dan sahabat-sahabatnya bersama kurang lebih 90,000 orang Islam. Setelah
menginap satu malam di Zulhulaifah, sekarang dikenali dengan nama Bir Ali, 10
km dari Madinah, esoknya Nabi mengenakan pakaian ihram diikuti seluruh anggota
rombongan. Mereka berjalan bersama-sama dengan pakaian putih yang sederhana,
perlambang kesederhanaan dan persamaan yang amat jelas.
Dengan seluruh kalbu Muhammad SAW menengadahkan
wajahnya kepada Tuhan sembari mengucapkan talbiyah sebagai tanda syukur atas
nikmat karunia-Nya diikuti kaum muslimin di belakangnya: “Labbaik Allahumma Labbaik,Labbaika laa syarikka laka
labbaik, Innal haamda wanni’mata laka wal mulk Laa syariika laka“, artinya
: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, Aku datang memenuhi
panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Nya, Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji dan kebesaran untuk-Mu semata-mata.Segenap kerajaan
untuk-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.Di bawah sengatan matahari gurun, di padang pasir yang tidak dikenal
banyak umat, bergerak arus manusia dan kafilah menuju satu titik. Mereka
menyambut panggilan Nabi Ibrahim as beberapa abad silam. Tidak ada peristiwa
yang membedakan seseorang dengan lainnya. Tidak pula perbedaan ras, bangsa atau
warna kulit. Sesungguhnya, inilah pemandangan paling indah tentang asas
persamaan bahwa semua makhluk sama di depan Tuhan. Yang membedakan, hanya kadar
iman dan takwa seseorang. Mereka memenuhi seruan Nabi untuk saling mengenal,
merajut kasih sayang, keikhlasan hati dan semangat ukhuwah
islamiah. Dengan penuh kesabaran pula mereka
menanti tibanya Haji Akbar, dan rasa rindu bertemu Baitullah, dengan jantung
berdegup keras.
Pada tanggal 4 Dzulhijjah rombongan masuk
Makkah, selanjutnya Nabi menuju Ka’bah, melakukan thawaf dan mencium Hajar
Aswad. Sesudah tawaf, Nabi shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim, lalu mencium
Hajar Aswad untuk kedua kalinya. Kemudian menghadapkan wajahnya ke arah bukit
Shafa, lalu lari-lari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Di situ
dimaklumatkan barangsiapa yang tidak membawa hadyu (ternak kurban untuk disembelih) hendaknya mengakhiri
ihramnya (tahallul) dan menjadikan
ibadah itu sebagai umrah. Awalnya maklumat itu dilaksanakan tanpa sepenuh hati.
Nabi marah, sampai-sampai beliau kembali ke kemahnya. “Bagaimana aku tidak
marah, aku menyuruh mereka melakukan sesuatu, tapi mereka tidak menaatiku,”
jawab Nabi atas pertanyaan Aisyah. Namun akhirnya seluruh rombongan menyesali
perbuatannya. Mereka segera ber-tahallul seperti yang dilakukan Fathimah putri Nabi, dan semua
istrinya.
Hari ke-8 Zulhijjah yaitu Hari Tarwiyah, beliau
pergi ke Mina bersama rombongannya. Selama satu hari melakukan shalat dan
tinggal bersama kaumnya. Malamnya di saat sang fajar menyembul setelah Shalat
Subuh, dengan menunggang untanya al-Qashwa’, tatkala matahari mulai tampak,
beliau menuju Padang Arafah. Dalam perjalanan yang diikuti ribuan muslim yang
mengucapkan talbiyah dan bertakbir, Nabi mendengarkan dan membiarkan mereka
dalam kekhusyu’an. Pada tanggal 09 Zulhijjah yang jatuh pada hari Jumaat,
Rasulullah SAW melakukan wukuf di Arafah. Ketika berada di perut wadi di
bilangan Urana, masih di atas unta, Nabi berdiri dan berkhutbah di depan lebih
90.000 orang yang mengelilinginya. Itulah peristiwa bersejarah yang dikenal
dengan julukan “Al-Hijjatul Wada” atau “Haji Perpisahan’. Peristiwa yang begitu
mengesankan dan indah, serta merupakan khulasha (kesimpulan) ajaran Islam dan sunnahnya yang ia
wariskan kepada masyarakat Islam. Khutbah berlangsung di bawah panas matahari
yang mampu membakar ubun-ubun, dan didengarkan dengan khidmat. Kepada Umayyah
bin Rabi’ah bin Khalaf diminta mengulang keras setiap kalimat yang beliau
sampaikan, agar didengar di tempat yang jauh. Sore harinya, rombongan
Rasulullah SAW bergerak ke arah Muzdalifah untuk bermalam di sana. Menjelang
fajar, rombongan menuju ke Mina untuk melakukan pelemparan jumroh kubro
(Aqabah), menyembelih ternak kurban. Kemudian menuju Baitullah untuk
melaksanakan thawaf Ifadha’ dan kembali lagi ke Mina untuk melanjutkan
pelemparan jumroh.
Catatan
: melempar jumrah berawal dari mimpi Nabi Ibrahim as yang diperintah untuk
menyembelih putranya Ismail as, dimana pada awalnya beliau tidak percaya akan
mimpi itu, namun karena selalu datang berturut-turut, karena yakin akan
kebenaran mimpi itu Ibrahim as melaksanakan perintah itu dengan membawa Ismail
as melewati tiga tempat dimana beliau diganggu agar mengurungkan niatnya, namun
atas petunjuk Allah diketahui bahwa mereka yang mengganggu adalah syetan,
sampai Ibrahim as melempar batu di tiga tempat itu. Dalam rangkaian ibadah haji
dikenal dengan Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah.
Rasulullah
SAW telah menyempurnakan semua rukun dan wajib haji hingga tanggal 13
Zulhijjah. Dan pada tanggal 14 Zulhijjah, Rasulullah SAW berangkat meninggalkan
Makkah Al-Mukarramah kembali menuju Madinah Al-Munawwarah.
PERISTIWA PADA MASA HIJJATUL WADA’
Di
masa wukuf terdapat beberapa peristiwa penting yang bisa dijadikan pegangan dan
panduan umat Islam terhadap suatu masalah, di antaranya adalah :
a.
Rasulullah SAW minum susu di atas unta supaya dilihat oleh orang ramai
bahwa pada hari Arafah itu beliau tidak berpuasa, namun membolehkan umat Islam
berpuasa sunat.
b. Seorang sahabat jatuh dari binatang
tunganggannya lalu mati, Rasulullah SAW menyuruh supaya mayat itu dikafankan
dengan 2 kain ihram dan tidak membenarkan kepalanya ditutup atau diwangikan
jasad dan kafannya. Sabda beliau pada ketika itu bahawa “Sahabat itu akan dibangkitkan pada hari kiamat di
dalam keadaan berihram dan bertalbiyah“.
c. Rasulullah SAW menjawab pertanyaan
seorang ahli Najdi : “Apakah
Haji itu?”. Beliau menjawab, artinya : “Haji
itu berhenti di Arafah“. Siapa tiba di
Arafah sebelum naik fajar 10 Zulhijjah maka ia telah melaksanakan haji.
d. Turunnya ayat suci Al-Quranul Karim surat
Al-Maaidah ayat 3 : “Al yauma
akmaltu lakum diinakum, wa atmamtu ‘alaikum ni’matii, wa radhiitu lakumul
islaama dinan …”, yang artinya : ” Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan
aku telah ridha Islam itu menjadi agamamu ….“. (Ayat ini turun ketika Rasulullah SAW masih berada di
atas onta beliau di kaki Jabal Rahmah, suatu bukit di padang Arafah) .